Skizofrenia adalah gangguan
kejiwaan dan kondisi medis yang mempengaruhi fungsi otak manusia, mempengaruhi fungsi normal
pikiran, perasaan dan tingkah laku.[1]
Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya
perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan
antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada
rangsang pancaindra).
A. Jenis Skizofrenia
Skizofrenia paranoid
Jenis skizofrenia dimana penderitanya
mengalami waham dan halusinasi yang meneror atau mengintimidasi (misalnya
merasa diawasi secara terus-menerus atau diikuti ketika pergi ke manapun) dan
juga waham yang membuat penderita meyakini bahwa
ia adalah sesosok figur besar (Tuhan, Malaikat, Nabi, panglima besar, dsb).[2]
Skizofrenia tidak teratur
Jenis skizofrenia yang sifatnya
ditandai terutama oleh perilaku yang tidak bertujuan dan kekanak-kanakan.
Seseorang yang menderita skizofrenia jenis ini sering menunjukkan tanda tanda
emosi dan ekspresi yang tidak sesuai dengan keadaannya. Halusinasi dan khayalan
adalah gejala gejala yang sering dialami untuk orang yang menderita skizofrenia
jenis ini.[3]
Skizofrenia katatonik
Jenis skizofrenia yang ditandai dengan
gangguan motorik, termasuk kegembiraan ekstrim dan perilaku menyerang secara
fisik terhadap orang lain tanpa alasan. Orang yang menderita bentuk skizofrenia
ini akan menampilkan gejala diam dan mempertahankan posisi yang janggal dalam
waktu yang lama (stupor, fleksibilitas lilin, negativisme). [4]
Skizofrenia tidak terbedakan
Jenis skizofrenia yang penderitanya
memiliki delusi, halusinasi dan perilaku tidak teratur tetapi tidak memenuhi
kriteria untuk skizofrenia paranoid, tidak teratur, atau katatonik.[5]
Skizofrenia sisa
Skizofrenia sisa akan didiagnosis
ketika setidaknya episode dari salah satu dari empat jenis skizofrenia yang
lainnya telah terjadi. Tetapi skizofrenia ini tidak mempunyai satu gejala
positif yang menonjol dan biasanya hanya tinggal gejala negatifnya saja.[6]
B. Penyebab
Pengaruh neurobiologis, aAda beberapa
teori tentang pengaruh neurogiologis yang menyebabkan skizorenia. Salah satunya
adalah ketidakseimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak.
Pada pasien penderita, ditemukan
penurunan kadar transtiretin atau pre-albumin yang merupakan pengusung hormon tiroksin, yang menyebabkan
permasalahan pada zalir serebrospinal.[7]
Skizofrenia bisa mengenai siapa saja.
Data American Psychiatric Association (APA) tahun 1995 menyebutkan 1% populasi penduduk dunia
menderita skizofrenia.
75% penderita skizofrenia mulai
mengidapnya pada usia 16-25 tahun.[8] Usia remaja dan
dewasa muda memang berisiko tinggi karena tahap kehidupan ini penuh stresor. Kondisi penderita
sering terlambat disadari keluarga dan lingkungannya karena dianggap sebagai bagian
dari tahap penyesuaian diri.
Pengenalan dan intervensi dini berupa obat dan
psikososial sangat penting karena semakin lama ia
tidak diobati, kemungkinan kambuh semakin sering dan resistensi terhadap upaya
terapi semakin kuat. Seseorang yang mengalami gejala skizofrenia sebaiknya
segera dibawa ke psikiater dan psikolog.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar